“ Dia bohong lagi.” ucap Dini dalam hati sambil berbaring diatas ranjangnya. Ia merenung kembali tentang hubungannya dengan Raka yang sudah lebih dari satu tahun itu. Mengulang semua kisahnya. Ia berharap ada kenangan manis yang kan terlintas dalam benaknya kala itu, tapi ternyata tidak. Kepahitan yang terpaksa ia telan demi cinta hampir saja memusnahkan dirinya. Ia tetap bertahan sampai sekarang karena ia yakin bahwa Raka akan berubah menjadi orang yang lebih baik untuk dirinya dan orang-orang disekitarnya. Cinta itu manis sekali awalnya. Semakin lama semakin hilang rasa manis itu. Itulah yang dirasakan Dini. Seorang Mahasiswi sosiologi semester tiga. Meninggalkan lelaki yang sangat mencintainya demi seorang Raka. Pemabuk kelas kakap. Saat mendengar pengakuan itu Dini sangat terkejut. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Nasi sudah menjadi bubur. Ia tetap berusaha tenang mendengarnya.
“ Lupakan saja masa lalu itu, semua orang memang punya masa lalu yang tidak menyenangkan kok, yang penting sekarang kamu tidak mengulanginya lagi. “ ucap Dini bijaksana pada Raka. Raka hanya mengiyakan dan berjanji bahwa ia tak akan kembali ke masa lalunya yang sangat buruk itu. Sebenarnya hati Dini sangat sakit ketika mendengarnya, bagai ditikami pisau tajam bertubi-tubi bahkan melebihi itu. Tapi ia mencoba ikhlas dan tegar. Yang bisa dilakukannya hanya menutup rapat-rapat mengenai masa lalu Raka pada keluarganya, karena ia yakin bahwa keluarganya tidak akan menerima Raka jika mereka mengetahui tentang hal ini. “ Demi Tuhan, gue bukan Raka yang dulu ko Din, lo juga harus bantu gue ya untuk berubah. “ ucap Raka mantap. “ Iya “ jawab Dini singkat.
***
“ Din, muke luh kusut banget kaya benang di rumah gue.. hehe “ goda Vhiera saat melihat Dini yang sejak pagi tadi tidak tersenyum sama sekali pada teman-teman di kampus. “ Aku lagi dateng bulan ahh, jangan diganggu.. hhihhi” ucap Dini sambil mencubit pelan pipi Vhiera dan menyadari bahwa hari itu dirinya memang belum berkomunikasi dengan siapapun termasuk orang-orang di rumahnya. Ia mencoba yakinkan Vhiera bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja. Padahal hari itu ia sedang mengalami masalah batin yang dahsyat.
***
“ Kamu kenapa sayang? “ tanya Dini pada kekasihnya. “ Gue difitnah sama temen-temen Gue. Mereka bilang ngeliat gue lagi making love with girl. “ ucap Raka lirih. “ Ya ampun.. ( mencoba tegar ) kenapa mereka bilang kayak gitu sayang?” tanya Dini seolah tidak tahu apa-apa. “ Gue ga tau.. yang jelas mereka mau pisahin gue sama lo. gue udah ancem mereka, Kalo sampe lo percaya sama cerita konyol kayak gini, mereka bakal gue abisin. “ sambung Raka dengan suara mengeras. “ Sabar ya sayang..” Dini mencoba menenangkan Raka sambil mengelus dadanya. “ Terserah lo mau percaya sama siapa.. demi Tuhan gue ga ngelakuin apa-apa sama wanita lain.” Tegas Raka. “ Aku percaya kamu kok.” ucap Dini sambil tersenyum pada sang kekasih.
***
“ Gimana Andin? Hot ga? Haha..” pesan inbox Raka. “ Uhuuy.. mantap cuy.. gila. agresif banget dia. Murah pula.. Hahaha..” jawaban dari Raka. “ Sip dah. “ pesan inbox. ia tidak sengaja membaca pesan di ponsel Raka saat Raka sedang pergi keluar rumahnya untuk membeli makanan karena kebetulan Raka mengajak Dini untuk main ke rumahnya saat itu. Sepertinya Raka lupa menghapus pesannya. Dini berniat untuk menanyakan hal itu saat diperjalanan pulang nanti, tetapi Raka justru menceritakan masalah itu sebelum Dini bertanya. Rasanya sakit sekali. Ia tidak mau menunjukkan amarahnya kepada Raka. Karena ia tahu betul Raka itu seperti apa. Jika ia sedang cerita kemudian tidak dihiraukan atau malah dimarahi, ia akan marah balik padanya. Sifat Raka memang keras serta egois. Dan sayangnya Dini baru mengetahui sifat asli Raka setelah ia menjalin hubungan selama lima bulan. Bulan-bulan selanjutnya ia jalani dengan kepedihan dan ketakutan. Umurnya yang lebih tua satu tahun dari Dini sepertinya tidak menjadikan ia seorang lelaki yang dewasa. Dini mencoba menahan diri walaupun rasanya amat sakit sekali. Terkadang matanya berbinar dan teduh saat ia mencoba melupakan kesalahan-kesalahan besar yang dilakukan Raka terhadapnya. “ Kenapa kamu jahat Ka?” gumam Dini dalam hati.
***
“ Mah, ini mawar siapa? Kok ada di kamarku? “ tanya Dini kepada Mamanya di dapur. “Ohh ini? ( sambil menunjuk ke mawar yang sedang digenggam Dini ) tadi si Brian titip buat kamu. Dia baru pulang dari Jepang langsung mampir kesini, tapi kamu belum pulang dari kampus.” jelas Mama. “ Emmphh.. ya deh.” ucap Dini singkat dan pergi meninggalkan Mamanya di dapur.
Brian adalah sahabat Dini sejak duduk di Sekolah Dasar. Kebetulan rumah mereka pun berdekatan. Namun semenjak lulus dari SMA mereka sudah lost kontek. Karena Brian meneruskan kuliah diluar Negeri bersama Kakaknya.
“ Hai cantik? Sudah di rumahkah dirimu? Oya, mawar pemberianku sudah kau terima belum?” pesan masuk di ponsel Dini. “ Hih.. kamu masih aja gombal kaya dulu.. berapa kali aku bilang sama kamu kalau aku ga tertarik sama orang genit kaya kamu tau..” jawab Dini meledek. “ Hmm.. sudah tiga tahun ga ketemu.. kangen juga sama kamu Din. Kamu kangen ga sama aku? hehe” goda Brian. “ Ikh.. enggaaa.. “ jawab Dini kesal.” “ Huh.. kamu masih aja muna kaya dulu ya.. haha.. bercanda.. nanti malam mau temenin aku nonton ga?” tanya Brian. “ Ga.. aku sibuk.. weqq.. “ jawab Dini singkat. “ Dasar kau Dini.. masih kaku aja sama aku.. hhehe “ ucap Brian seraya mengakhiri pembicaraannya dengan Dini via SMS karena Dini sudah tak membalas pesannya lagi.
***
( Malam hari ) “ Diiiniiii sayaaang.. ada Brian tuhh.. “ panggil Mama dari bawah. Tapi tidak terdengar jawaban apapun dari dalam kamar Dini. “ Coba kamu liat sendiri di kamarnya ya.. mungkin dia sedang nangis, hehe..” ucap Mama pada Brian. “ Menangis? Emang dia ada masalah apa tante?” tanya Brian. “ Tante kurang tau yan. Tante Cuma suka denger suara dia lagi nangis di kamarnya.” Jelas Mama. “ Oke deh.. aku ke atas ya tan..” ucap Brian diiringi dengan anggukan kepala oleh Mama.
Ternyata Dini sedang tertidur diatas ranjangnya. Brian hanya menatapnya dari kejauhan dan kemudian.. “ Brukk.. “ “ Aaawwhh.. “ Dini meringis. “ Siapa sih.. ganggu aja.. aku ngantuk tau ga.. aarrghh..” ucap Dini kesal. “ Hahaha… cewe-cewe kok jam segini udah tidur.. masih sore neng.. cepet tua loh tidur jam segini.. “ ucap Brian. “ Ikhh.. banguunn.. berat tau ga.. dasar orgil.. “ sambung Dini. “ Oke oke.. tapi janji dulu mau nemenin aku nonton malam ini. “ pinta Brian. “ Ogah.. “ tegas Dini. “ Ya sudah.. aku tetap disini.” ucap Brian meledek.
Dini selalu tidur dengan tengkurap oleh sebab itu Brian menindihnya dengan posisi duduk diatas tubuh Dini bagian belakang. Karena Dini merasa sudah sesak nafas ia segera mengiyakan permintaan temannya itu. Brian sudah menganggap keluarga Dini seperti keluarganya sendiri. Kebetulan Dini memang sangat menginginkan Kakak laki-laki. Mereka selalu bertengkar kerap kali bertemu. Namun pertengkaran itulah yang membuat hubungan pertemanan mereka semakin nyata.
***
(didalam mobil Brian) “ Kamu kenapa kembali kesini?” tanya Dini seraya membuka pertanyaan dengan Brian. “ Kenapa emang? Kamu senang ya aku kesini? hehe..” goda Brian sambil tersenyum. “ Au ahh.. “ gumam Dini. “ Hm.. dasar tukang ngambek.. “ sambung Brian. Dini hanya cemberut dengan pandangannya yang selalu terfokus pada ponselnya. “ Aku ambil cuti satu tahun. Ayah menyuruhku untuk membantu pada proyeknya di Bali. “ Brian mulai menjelaskan. “ “ Bali? Terus kamu Cuma sebentar doang disini?” tanya Dini cemas. “ Hayoo.. takut aku tinggal ya?” Brian kembali meledek Dini. “ Heleuh.. PeGel..” ucap Dini. “ Apa tuh?” tanya Brian penasaran. “ Pede geelaa.. haha?” Dini tertawa lepas. ( Sekarang gantian Brian yang cemberut ). “ Ga kok sayang.. aku disini sampai satu bulan. “ sambung Brian. “ Hm..bagus deh.. itung-itung buat anter jemput aku di kampus. Hhehe. “ ledek Dini.
Mereka pun mulai bernostalgia tentang masa-masa indahnya di sekolah dulu. Mulai dari Dini sering dihukum oleh Pak Tarno karena tidak mengerjakan tugas sampai pada kisah cintanya Brian dengan Susi, wanita yang ternyata seorang lesbian. Malam yang paling indah untuk Dini. Bertemu dengan sahabat terbaiknya selama dia hidup. Walau hanya sebentar.
***
( di kampus ) “ Sayang.. kenapa ga hubungin aku dari kemarin?” tanya Dini pelan pada Raka. “ Maaf ya.. Gue ga punya pulsa. “ jelas Raka cuek. “ Pulsa kan ga mahal, ada kok yang lima ribuan. Setidaknya kamu hubungin aku. “ ucap Dini tegas. “ Iya.. I’m sorry honey.. I’m forget, coz I’m very busy.” Raka mencoba meyakinkan Dini. “ Sibuk banget ya? Sampai-sampai telephone aku juga ga dijawab? Ya.. aku ngerti, aku emang ga terlalu penting buat kamu. “ ucap Dini pasrah. “ Bukan gitu sayang..( sambil memegang tangan Dini) kemarin gue kerja sama Bapak.. tolong ngerti ya.. lo itu adalah hal terpenting kok buat gue. “ sambung Raka. “ No problem. I’m ok.” Dini mencoba percaya.
***
Waktu berlalu sangat cepat. Rasanya belum lama Dini keluar rumah untuk pergi ke kampus, sekarang sudah ada di rumah lagi. Resah menghantui malamnya kini. Akhir-akhir ini Raka banyak berubah. Ia merasa banyak hal yang disembunyikan Raka kepadanya. Kecamuk dibatinnya tak kunjung padam. Ia bingung namun tak cukup berani untuk menanyakan tentang semua pertanyaan yang sudah menghantuinya kepada Raka.
“ Ohh Tuhan.. tunjukkan padaku tentang sebuah kebenaran yang tersembunyi dengan caraMu yang terbaik.. dan tenangkan hatiku dari kegalauan yang tak jelas.. ku harap Raka tidak seperti yang kuduga..” gumamnya dalam hati.
“ hay cinta.. udah bobo belum?” pesan masuk dari Brian. “ Hm.. dasar GB.. belum.” Jawab Dini. “ Apaan tuh GB? Ganteng banget ya, hehe.. “ balas Brian dengan pedenya. “ Gombal Boo..” jelas Dini. “ Loh.. bukannya seneng aku gombalin? Hayo.. jangan muna deh.. haha” ledek Brian. “Hih..” jawab Dini bergidik. “ Kenapa kamu belum tidur cintaku?” Brian kembali bertanya. “ Aku belum ngantuk” singkat Dini. “ Yeh.. nenek-nenek juga tau kalo belum tidur itu ya pasti belum ngantuk.” sambung Brian. “ Ya kalau sudah tau kenapa nanya.. oneng.” Jawab Dini agak kesal. “ Kamu ada masalah ya Din?” tanya Brian serius. Ia sangat mengerti dengan Dini. Ia juga merasakan banyak perubahan dalam diri Dini. Dini sangat dingin dan pemarah ( padahal sedang tidak datang bulan ). Brian menunggu balasan dari sahabatnya itu, tapi tak juga hadir. “ Hmm.. kamu udah tidur ya? Ya sudah met bobo ya peri kecilku yang manis.. sweet dream.” Brian mencoba mengakhiri pesannya. Dini menghela nafas pelan. “ Maaf.. aku mau sendiri .“ ucap Dini dalam hati.
***
Pagi itu hujan turun deras sekali. Membuat burung enggan berkicau dengan merdu dibalkon kamar Dini. Hanya deruan angin yang kadang terdengar menyapa sang surya dan meninggalkan kesunyian di sekitar jalan.
“ Din.. lo kuliah ga?” pesan masuk dari Raka. Dini tidak segera membalasnya karena ia masih memanjakan dirinya diatas ranjang dan enggan untuk beranjak. Ponsel diletakkan dimeja belajar. Rupanya setelah Dini dan Brian SMSan, ia langsung terjun ke ranjang sampai lupa memasang earphone di ponselnya untuk mendengarkan lagu-lagu cinta yang biasa ia dengar sebagai penghantar tidurnya.
“ I’m sorry.. aku baru bangun tidur. Sepertinya aku ga kuliah. Disini masih hujan deras sekali” jawab Dini menjelaskan. “ Hm . yaudah, gue tunggu lo di kampus sekarang ! ada yang mau gue bicarain sama lo. “ sambung Raka. “ Tapi sayang.. disini hujan deras banget. Mamaku lagi keluar dan mobilnya dibawa.” balas Dini. “ Yaelahh.. ga usah manja deh lo. Sebentar doang kok. Lo naik angkot aja. Oke ! thnx.” paksa Raka. Raka memang lelaki egois.
Dini pun segera bersiap-siap ke kampus tidak lupa pula membawa payung. ( sedia payung jika hujan, hehe..) Kebetulan Brian baru saja sampai di depan rumah Dini. Ia ingin mengajak Dini ke kafe dekat komplek untuk minum teh hangat.
“ Loh.. mau kemana Din?” tanya Brian yang melihat Dini keluar tergesa-gesa dari rumahnya. “ Aku mau ke kampus ! Raka mau ketemu sama aku. “ jawab Dini sambil membuka payungnya. “ Cowok macem apa sih dia? Ga liat apa kalo sekarang hujan.” ucap Brian kesal. Dini hanya tersenyum kecut. “ Ya sudah aku antar.” sambung Raka diiringi dengan anggukan oleh Dini.
***
Sesampainya di kampus, Dini meminta Brian untuk menunggu di kostan Vhiera karena jika Raka melihat Dini sedang bersama lelaki lain pasti ia akan dimarahi habis-habisan oleh Raka.
“ Siapa wanita ini sayang?” tanya Dini sambil menghampiri Raka. “ Gue mau bilang, hubungan kita cukup sampai disini aja ya. Gue ga mau nyakitin lo terlalu lama.” Tegas Raka. “ Andin?” tanya Dini lagi seolah mengacuhkan perkataan Raka. “ Lo tau darimana kalo dia Andin?” Raka bertanya balik. “ Dari pesan inbox kamu.” jawab Dini tersenyum. “ Oh.. jadi.. “ lanjut Raka “ Iya, sebelum kamu kasih tau, aku sudah tau. Sebelum kamu bilang kecewa karena aku ga bisa memberikan keinginan kamu, aku sudah merasakan kecewa, dan sebelum kamu minta maaf, aku sudah memaafkan kamu. “ ucap Dini lembut dan masih tersenyum. “ Aku senang jika kamu bahagia dengannya.” sambung Dini. “ Jadi selama ini lo ga cinta sama gue?” tanya Raka curiga. “ Kenapa tanya gitu?” Dini kembali bertanya. “ Lo ngebiarin gue pergi ninggalin lo dan ga berusaha untuk pertahanin gue, itu namanya ga cinta.” ucap Raka membentak. “ Cinta itu ga mesti memiliki. Terkadang cinta memang butuh pengorbanan. Aku ga bisa paksa kamu untuk mencintai aku. Cukup aku yang mencintai kamu apa adanya. Dan kamu berhak untuk mencintai siapapun. Kelak kamu akan mengerti. Makasih untuk semuanya.” Jelas Dini dengan mata berbinar. Tanpa berharap jawaban dari Raka, ia pergi meninggalkan mereka dan senyum terakhirnya diukir untuk Andin. Tapi Andin tak menghiraukannya.
Dengan pakaian yang basah kuyup karena berlari dan tidak memakai payung Dini segera pergi ke kostan Vhiera. Ternyata Brian dan Vhiera sedang asyik berbincang-bincang. Mereka terkejut melihat Dini dengan pakaian yang sudah basah dan kotor pula. Rupanya Dini sempat terjatuh dipertigaan jalan dekat kampus.
“ Din, lo kenapa? “ tanya Vhiera sambil membuka pintu. “ Ra, aa..ku pinjam baa..jumu ya. “ ucap Dini menggigil. Vhiera bergegas ke kamar untuk mengambil handuk dan pakaian kering untuk Dini. Brian hanya diam mematung melihat sahabatnya tidak karuan seperti itu. “ Dini yang aku kenal bukan seperti ini.” ucap Brian dalam hati. “ Ra, boleh aku istirahat sebentar di tempat tidurmu?” tanya Dini ragu. “ Oh.. boleh Din, silahkan !” jawab Vhiera yang masih bingung dengan sikap Dini.
Fisik Dini memang lemah. Ia mudah sekali sakit. Kala itu hujan mengguyurnya selama dua puluh menit di kampus. Dan terbukti bahwa sekujur tubuh Dini panas.
***
“ Argh.. kepalaku pusing sekali. “ ucap Dini sambil mengangkat kepalanya dari bantal. Ternyata ia sudah berada di rumah. Brian yang mengantarnya pulang dan mengangkat Dini sampai ke kamar. Dini mencoba mengingat kembali kisah tadi pagi di kampus dengan Raka. Seketika itu jatuhlah air matanya. Tangisannya pecah. Ia tidak menyangka bahwa Raka akan sekejam itu padanya. Ia selalu positif thinking bahwa pesan inboxnya tidaklah benar mengenai Andin. Tapi ternyata fakta berkata lain. Sakit sekali hati Dini. Ia mencoba tegar. Ia berusaha kuat tiap kali Raka hadir dalam benaknya.
“ Ya Tuhaan.. aku selalu jadi yang ia inginkan. Tapi mengapa harus seperti ini balasanya untukku.” ucap Dini lirih.
“ Hay peri kecilku.. udah bangun ya? Tadi pasti mimpiin aku. Hehe” Brian tiba-tiba masuk ke kamar Dini tanpa mengetuk pintu membuat Dini terkejut hingga jantungnya berdegup kencang dan segera mungkin ia menghapus air matanya. “ Ihh.. ga sopan, masuk kamar cewek kok ga bilang dulu. “ ucap Dini jutek. “ Haha.. iya dehh maaf ya cinta..” goda Brian sambil mencolek dagu Dini. “ Ikh..” Dini melengos. “ Oya, minggu besok mau temenin aku nonton lagi ga? Ada film baru loh.” Pinta Brian. Brian memang senang sekali nonton, dan Dini sebaliknya. Tapi untuk menyenangkan hati sahabatnya ia rela berbosan-bosan ria asalkan Brian senang.
***
Seminggu telah berlalu. Raka dan kepedihan yang diingatnya sudah mulai menghilang dalam benak Dini. Walau kadang sepi mengulang kembali ingatan itu tapi ia tetap berusaha kuat. Ia tak pernah menceritakan sedikitpun tentang masalahnya kepada Brian. Ia tidak mau Brian melakukan tindakan bodoh kepada Raka nantinya.
***
“ Hay Din.. apa kabar lo?” terdengar suara dari belakang Dini ketika ia hendak masuk ke toilet wanita di gedung psikologi, kebetulan saat itu ia sedang janjian dengan temannya di lobi. Tapi ternyata teman Dini tidak jadi bertemu karena ada keperluan mendadak. “ Baik.” Jawab Dini singkat. “ Sombong banget lo Din, gue boleh ngomong sebentar ga sama lo?” ucap Raka pelan. “ Maaf ya ga bisa. Habis dari toilet aku ada urusan lain.” ketus Dini.
Tapi Raka segera menarik tangan Dini dan membawanya ke ruang kelas yang sepi. “ Arghh.. apa-apaan nih?” ucap Dini galak sambil mencoba melepaskan genggaman Raka. “ Sebenar aja Din.” pinta Raka. Dini hanya bisa pasrah karena posisinya saat itu ia tak bisa melawan. Kedua tangannya dipegang kuat oleh Raka.
“ Din.. ternyata gue masih sayang banget sama lo, gue ga bisa ngelupain lo. Pliss Din, balik lagi sama gue.” rengek Raka. Gleekk ( tedengar suara di tenggorokan Dini) Dini sangat terkejut mendengarnya. Apa sebenarnya yang diinginkan Raka atasnya. Dengan susah payah Dini melupakan Raka, setelah hampir berhasil Raka dengan mudahnya kembali lagi. “ Gue sayang banget sama lo Din. Ga ada wanita yang sesempurna lo (mencium kening Dini)”. ucap Raka. “ Aa..kk.uu..” suara Dini gagap. “ Sssst.. gue tau lo masih sayang juga sama gue.” Sambung Raka. Raka pun segera mengantarkan Dini pulang tanpa memperdulikan kebimbangan Dini kala itu, egois.
“ Kamu masih jadian sama cowok pecundang itu Din?” tanya Brian yang sudah menunggu Dini sejak tadi dan sempat melihat Raka dari balkon kamar Dini. “ Bisa ga sih kamu hargain privasi aku yan. Ini kamarku, kamu ga punya hak untuk keluar masuk seenaknya di kamarku.” ucap Dini kesal tanpa menghiraukan pertanyaan Brian. “ Aku minta kamu keluar dari sini !! “ sambung Dini dengan suara mengeras. “ Sepuluh tahun kita selalu bersama dan aku tau benar kau seperti apa, tapi kenapa karena cinta sekejap kau rubah semua itu. Pecundang itukah yang sudah memaksa kamu untuk berubah dan tidak lagi menjadi dirimu sendiri??” tegas Brian. “ Ga usah ikut campur urusan pribadiku, kau tidak tau apapun tentangku.” jawab Dini geram. “ Siapa bilang aku tidak tau.. kau lihat apa ini? ( memperlihatkan catatan harian Dini) kenapa kau tidak bilang kalau kau tersiksa dengan cowok banci itu yang sudah berani menduakanmu” tegas Brian. “ Kaauu.. Pergii.. !! “ bentak Dini sambil mendorong Brian keluar pintu kamarnya.
Dini menangis tersedu. Sebenarnya ia sangat membutuhkan Brian saat itu untuk tenangkan kegalauannya tentang Raka. Tak lama setelah itu ia pun tertidur pulas sehabis menangis dua jam lebih. Menangisi Raka dan Brian.
***
Dini tidak masuk ke kampus hari itu karena kondisinya sedang tidak stabil. Vhiera mengirimi pesan kepada Dini perihal tidak masuknya Dini dan Dini segera menjelaskan bahwa ia sedang tidak enak badan. Ia seorang diri di rumah. Mama sedang menjemput Papa di Bandara. Bi Inah pun sedang pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur sekaligus untuk menyiapkan makanan spesial untuk Papa Dini yang baru pulang dari Luar Negeri untuk urusan bisnisnya.
Ternyata Brian menitipkan surat untuk Dini ke Mama. Dan Mama meletakkannya di atas meja belajar Dini beserta mawar merahnya yang masih sangat wangi semerbak.
“ Untuk peri manisku. Aku minta maaf sudah lancang terhadap privasimu. Aku hanya ingin tahu keadaanmu yang akhir-akhir ini tak pernah kurasakan. Kau terlalu menyembunyikannya dariku. Aku ingin pastikan kau baik-baik saja. Makanya aku meminta kunci duplikat kamarmu sama Mama. Aku ingin lihat catatan harianmu. Karena aku tau kau suka menulis diary jika aku tak ada. Aku ingin kau bahagia. Aku ingin pastikan itu. Karena aku akan kembali lagi ke Jepang untuk melanjutkan kuliahku. Ayah tidak jadi mengambiku untuk membantunya pada proyek di Bali. Ia ingin aku fokus pada pelajaranku dahulu. Banyak hal yang ingin kukatakan padamu. Jika kau berkenan, temui aku besok di tempat petama kali kau menangis didepanku. “ surat dari Brian yang sangat menyentuh hati Dini kala itu sampai-sampai ia menitikkan air mata bersalah karena telah memarahi Brian.
Sahabatnya kini akan pergi lagi untuk waktu yang lama dan entah kapan akan kembali. Dini berusaha mengingat tempat yang dimaksud oleh Brian itu. Ternyata tempat itu adalah biskop dekat supermarket di ujung jalan besar rumah mereka. Saat itu mereka baru kelas tiga SMP. Dini menangis karena Papa akan pergi ke luar Negeri untuk waktu yang sangat lama.
***
“ Din.. kemarin waktu lo ga masuk ada berita heboh tuh. “ ucap Vhiera saat mereka baru keluar dari ruang kelas. “ Apa?” tanya Dini cuek. “ Raka mantan lo ke gap lagi ML di kostan sama Gandis anak politik.” sambung Vhiera. “ Serius?” ucap Dini tidak percaya. “ Ada yang bilang sih dia mau di DO dari kampus. Tapi belum tau juga deh.” jelas Vhiera. Dini menghela nafas panjang. “ Ternyata kamu ga pernah bisa berubah Raka.” Gumamnya dalam hati. “ Untung lo udah putus ya Din sama dia.” Vhiera membela. “ Iya.” Jawab Dini singkat sambil tersenyum kecut.
“ Sayang Siang ini gue mau ketemu sama lo.” Pesan masuk di ponsel Dini dan ternyata dari Raka. “ Maaf ya Raka.. aku ga bisa, ada urusan yang lebih penting daripada ketemuan sama kamu. Satu lagi, kita udah PUTUS. “ tegas Dini. “ Hih.. jangan sok suci lo Din, lo ga pernah mau gue ajakin ML, mungkin emang punya lo udah ga enak dan udah rusak kan karena keseringan ML sama orang lain, haha..” ucap Raka meledek.
Dini tertawa kecil setelah membacanya. ia pun tidak membalas. “ Anak kecil ga perlu diladenin.” Gumamnya dalam hati.
***
Jam menunjukkan pukul dua siang. Tepat jam tiga ia harus pergi menemui Brian di bioskop. Namun ia baru akan keluar kelas pukul setengah empat nanti. Tanpa berfikir panjang lagi Dini langsung keluar kelas dan meninggalkan mata kuliah kesukaannya itu, stratifikasi sosial. Karena jarak kampus dan bioskop itu sangat jauh, Dini memutuskan untuk naik ojek di pertigaan jalan kampusnya.
“ Aku tau kamu pasti datang. “ ucap Brian sambil tersenyum. Brian pun langsung menarik tangan Dini untuk masuk kedalam bioskop karena memang Brian sudah memesan tiket sebelum Dini datang. Dini hanya diam. Ia merasa bersalah dengan sikapnya tempo hari, telah memarahi Brian dan membentaknya. Semua terjadi karena saat itu Dini memang sedang kacau fikirannya. Hingga melupakan semuanya termasuk Brian.
( di dalam bioskop) “ Aku minta maaf.” ucap Dini ragu. “ Untuk apa?” tanya Brian yang sedang sibuk dengan ponselnya. “ Sudah marah-marah sama kamu” jelas Dini. “ Kenapa harus minta maaf. Kan aku yang salah.” ucap Brian yang tidak sama sekali melihat wajah Dini.
Dini pun kembali terdiam. Ia tidak tau harus mengatakan apa lagi. Saat bersama Brian ia merasa kaku dan seperti baru mengenalnya. Karena sikap Brian begitu dingin dengan Dini. Tanpa gombalan dan candaannya lagi. Dini menundukkan kepalanya padahal film baru saja mulai. Dini merasa ada hal aneh. Ia tidak melihat satu orang pun didalam bioskop selain dirinya dan Brian. Walaupun keadaannya gelap saat itu tapi ia masih mampu menerawang kesemua sudut ruangan itu berkat cahaya dari layar didepannya.
“ Kenapa?” tanya Brian yang melihat Dini tidak bisa diam ditempat duduknya karena sibuk melihat keadaan disekitarnya. “ Ruangan ini kenapa sepi sekali yan?” ucap Dini heran. “ Sekarang hari ulang tahun kamu Din. Apa kamu lupa?” sambung Brian. “ Lalu apa hubungannya dengan bioskop ini?” tanya Dini lagi. “ Tempat ini sudah aku boking khusus untuk kamu. Selamat ulang tahun ya peri kecilku. ucap Brian mesra. Dini sangat terkejut. Ia bahkan lupa dengan hari ulang tahunnya. “ Kamu pernah bertanya kenapa Aku sangat senang nonton. Kamu juga pernah bertanya mengapa aku suka ngegombal dan kenapa aku selalu kirim mawar untukmu.” lanjut Brian. Dini menatap Brian serius. “ Jika aku masuk kedalam bioskop ini, aku selalu merasakan adanya sentuhan hangat darimu. Karena pertama kali di bioskop ini kau peluk aku walau dengan tangisan. Tidak ada wanita lain yang aku rayu selain dirimu Din. Karena tiap kali aku melihatmu jantungku berdegup kencang. Aku tak ingin kau mendengar detak jantung itu oleh sebab itu, aku selalu menggantinya dengan suara gombalku agar kau menutup telingamu karena kesal. Mawar itupun adalah tanda bahwa yang aku cinta hanya kamu. Aku memang pernah menjalin hubungan dengan Susi si lesbian itu. Aku ingin melupakanmu. Tapi ternyata tidak bisa. Aku juga yang meminta Ayah untuk menyekolahkan aku ke luar negeri agar aku tidak bertemu denganmu lagi. Tapi ternyata aku tak sanggup hidup tanpamu. Aku sayang sekali denganmu Din.” Brian mencoba menjelaskan tentang perasaannya kepada Dini. Dini hanya mampu diam membisu. Tidak menyangka bahwa sahabat terbaiknya sudah sangat lama memendam perasaan cinta untuknya.
“ Sejak aku tau bahwa ada lelaki lain yang sudah bersamamu, Aku sangat kecewa. Tapi aku coba untuk menunggumu Din karena kuyakin kau hanya untukku. Sampai akhirnya aku merasa kau berubah. Kau telah memaksa dirimu untuk berubah. Pemarah, egois, dingin padaku Din ! kau tidak seceria dulu. Aku pun segera membaca diarymu yang selalu kau tunjukan padaku jika kau telah selesai menulisnya. Ternyata kau tidak bahagia. “ sambung Brian. “ Dan.. !” Brian mencoba meneruskan perkataannya. “ Cukup ! “ ucap Dini sambil menutup mulut Brian dengan telapak tangannya kemudian Dini memeluk Brian erat dan Brian membalas pelukannya dengan mesra.
“ Aku juga tidak tau mengapa aku berubah.. mungkin cintaku kepada Raka yang membuatku tak menyadari akan perubahanku itu. “ jelas Dini. “ Iya, aku mengerti kau sangat mencintainya. Sampai-sampai kau rela menjadi apa yang dia mau meski itu hal yang kau benci. Tapi ingat Din, Raka bukan lelaki yang baik untukmu. “ ucap Brian sambil memegang kedua pipi Dini.
Suasana yang penuh haru antara Brian dan Dini. Dan setelah melakukan pembicaraan panjang merekapun menonton film kenangan mereka “ my heart “yang sengaja dipilih oleh Brian khusus untuk merayakan hari ulang tahun Dini. Seolah tak ada kejadian apapun yang baru saja terjadi ketika itu.
***
“ Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita Din, besok pagi aku harus terbang ke Jepang untuk melanjutkan studiku. Kamu baik-baik ya disini. “ ucap Brian saat Dini hendak turun dari mobil. Mobil terparkir tepat didepan rumah Dini. Namun Dini mengurungkan niatnya untuk turun. Segera ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan sedih.
“ Kenapa secepat itu?” tanya Dini pelan. “ Aku harus meneruskan studiku Din !” jawab Brian. Dini hanya tertunduk mendengarnya. Seketika itu mengalirlah air matanya. Tapi Brian segera menyapunya dengan lembut. “ Hm.. Dini yang aku kenal ga cengeng ahh..” ledek Brian. Dini langsung memeluk Brian dan kembali menangis. “ Aku ga mau kamu pergi lagi !” pinta Dini. “ Aku pasti kembali lagi kesini Din, dan aku akan langsung melamarmu. Maukah kamu menungguku??”. ucap Brian sambil memegang jemari Dini. “ Aku pasti menunggumu !!” jawab Dini mesra sambil mengeratkan pelukannya kepada Brian.
Malam yang semakin kelam membuat suasana menjadi sunyi dan sepi diwarnai dengan sinar cinta antara Dini dan Brian yang tak akan pernah padam. Karena cinta mereka didasarkan atas ketulusan dan sebuah pengorbanan.
THE END……..
By: Aisyah